Sabtu, 13 Oktober 2012

Nihon no Omatsuri



AOI MATSURI

Aoi Matsuri (葵祭) adalah matsuri yang dilangsungkan setahun sekali pada bulan Mei di Kyoto, Jepang. Puncak perayaan adalah prosesi Rotō no gi (upacara di jalan) yang berlangsung 15 Mei di dalam kota Kyoto. Aoi Matsuri adalah salah satu dari tiga perayaan terbesar di Kyoto bersama-sama dengan Gion Matsuri dan Jidai Matsuri.
Prosesi Rotō no gi merupakan rekonstruksi dari iring-iringan pejabat istana yang menuju Kuil Shimogamo dan Kuil Kamigamo untuk membawa pesan dan persembahan dari kaisar.Pria dan wanita peserta prosesi mengenakan pakaian berwarna-warni seperti dikenakan kalangan bangsawan Jepang di zaman Heian.Wanita dan anak-anak peserta iring-iringan memakai rias wajah yang tebal seperti tata rias panggung.
Perayaan ini disebut Aoi Matsuri karena daun tanaman Asarum caulescens (bahasa Jepang: Futaba Aoi) dijadikan hiasan selama perayaan, termasuk hiasan pada tutup kepala dan atap tandu. Aoi Matsuri sudah dicatat dalam literatur Jepang sebelum abad pertengahan.Dalam cerita Hikayat Genji dikisahkan tentang istri Hikaru Genji, Aoi no Ue yang datang terlambat lalu berebut tempat dengan Rokujō no Miyasundokoro (kekasih suaminya) untuk dapat melihat prosesi
Sejarah
Di masa pemerintahan Kaisar Kimmei (540-571) terjadi kegagalan panen akibat cuaca buruk berkepanjangan.Rakyat dilanda wabah penyakit dan kelaparan, sehingga kaisar mengirim utusan ke Kuil Kamo untuk menyampaikan pesan dan persembahan.Musibah berakhir dan pejabat istana secara tetap mengunjungi Kuil Kamo.Upacara diadakan di dua kuil Kamo sehingga disebut Kamo Matsuri.
Di pertengahan zaman Heian, bila hanya disebut "matsuri" maka yang dimaksudkan adalah Kamo Matsuri.Di zaman Kamakura dan Muromachi, prosesi tidak dilangsungkan akibat perang berkepanjangan.Perayaan dihidupkan kembali di Edo sekitar zaman Genroku. Ketika ibu kota dipindahkan ke Tokyo pada tahun 1869, prosesi Aoi Matsuri juga tidak dilangsungkan.
Aoi Matsuri kembali dilangsungkan di Kyoto pada tahun 1884 dengan maksud untuk menghidupkan kembali kota Kyoto. Selama Perang Dunia II, upacara Shatō no Gi tetap dilangsungkan, tapi tidak diadakan prosesi.Prosesi Aoi Matsuri kembali diadakan tahun 1953, dan diselenggarakan setiap tahun hingga sekarang.
Jadwal
Aoi Matsuri dilangsungkan dari awal Mei hingga puncak upacara berupa prosesi 15 Mei.
Awal upacara
  • Yabusame Shinji
Upacara di Kuil Shimogamo untuk mendoakan keselamatan selama perayaan berlangsung.Penunggang kuda dengan kostum prajurit zaman Heian mempertontonkan keterampilan memanah dari atas punggung kuda yang sedang berlari.
  • Saiō-dai Misogi Shinji
Wanita yang berperan sebagai Saiō-dai (bintang utama dalam prosesi) dan pengikutnya disucikan dalam upacara yang dilakukan secara bergantian setiap tahunnya di Kuil Kamigamo dan Kuil Shimogamo.
  • Busha Shinji
Upacara melepaskan anak panah untuk menghalau arwah jahat yang dilangsungkan di Kuil Shimogamo.
  • Kamo Kurabe Uma
Upacara memacu kuda sekencang-kencangnya di dalam lingkungan Kuil Kamigamo untuk memeriksa kondisi dan kesehatan kuda.
  • Mikage Matsuri
Upacara penyambutan kedatangan arwah suci di Kuil Shimogamo dari Kuil Mikage di Gunung Hiei .Tari dan musik tradisional dipersembahkan di hutan bernama Tadasu no Mori, Kuil Shimogamo.
  • Miare Shinji
Upacara tertutup yang dilangsungkan malam hari di Kuil Kamigamo.Tidak terbuka untuk umum.
Puncak upacara (15 Mei)
  • Prosesi Rotō no Gi
Prosesi dimulai dari Istana Kyoto (Kyoto Gosho) menuju Kuil Kamigamo dengan melewati Kuil Shimogamo. Puncak prosesi adalah barisan wanita pengiring bintang prosesi yang disebut Saiō-dai.
  • Shatō no Gi
Upacara pembacaan pesan dan penyerahan persembahan di Kuil Shimogamo dan Kuil Kamigamo.

Saiō-dai dan barisan wanita

Pada zaman Heian, bintang utama dalam prosesi adalah seorang wanita yang disebut Saiō (斎王).Peran Saiō dipercayakan kepada salah seorang putri Kaisar Saga yang diutus sebagai miko di Kuil Kamo.Di zaman sekarang, wanita yang memerankan Saiō disebut Saiō-dai (斎王代,wakil Saiō) karena dipilih dari rakyat biasa. Wanita yang dipilih sebagai Saiō-dai harus belum menikah dan berasal dari kota Kyoto.

Saiō-dai memakai rias wajah tebal dan gigi yang dihitamkan (Ohaguro).Jenis kimono yang dikenakan Saiō disebut Jūnihitoe (Karaginu Moshōzoku).Barisan wanita yang mengelilingi Saiō-dai selama iring-iringan terdiri dari anak perempuan yang disebut Menowarawa, dan wanita yang berperan sebagai penunggang kuda, pelayan wanita (Uneme), dan pegawai istana.


Festival Nebuta Aomori

Festival Nebuta Aomori (青森ねぶた祭りAomori Nebuta Matsuri?) atau Aomori Nebuta (青森ねぶた?) adalah festivalmusim panas dari 2 Agustus hingga 7 Agustus di kota Aomori, Prefektur Aomori. Festival ini termasuk salah satu acara menyambut Tanabata yang dilakukan di wilayah Tohoku.Nebuta adalah lentera ukuran raksasa yang dibuat dari kerangka kayu berlapis washi yang umumnya berbentuk boneka pemeran kabuki atau hewan.Nebuta diusung dengan kendaraan hias untuk berpawai di jalan-jalan.
Festival ini setiap tahunnya diikuti lebih dari 3 juta peserta dan wisatawan. Bersama-sama dengan Tanabata di Sendai, dan Kantō di Akita, Aomori Nebuta adalah salah satu dari tiga festival terbesar di wilayah Tohoku. Dua festival nebuta terbesar di Prefektur Aomori adalah Aomori Nebuta dan Hirosaki Neputa.

Penari dan kostum

Ciri khas festival ini adalah orang yang menari beramai-ramai sewaktu berpawai bersama nebuta.Tari khas Festival Nebuta disebut haneto dengan gerakan kaki seperti melonjak-lonjak atau berjingkrak (跳ねる,haneru?). Tidak diketahui secara pasti asal mula istilah haneto dipakai untuk menyebut cara menari festival nebuta, namun istilah ini sudah dipakai dalam naskah asal tahun 1772-1781
Penari juga disebut haneto (跳人) dan mengenakan kostum yang juga disebut haneto (ハネト?).Kostum penari berupa yukata dari kain katun, dilengkapi tutup kepala (hanagasa) berhias bunga-bunga, kain pundak (tasuki) berwarna cerah (merah, merah jambu) pengikat lengan yukata, dan ikat pinggang kain (shigoki) untuk menggantungkan mangkuk minum (gagashiko) dari kaleng.Di bawah yukata dikenakan kain pinggang (okoshi) berwarna merah jambu untuk wanita (biru untuk pria) yang menutup pinggang hingga lutut. Alas kaki adalah tabi berwarna putih dan zōri. Penonton diharapkan untuk ikut menari. Kostum haneto dapat dibeli di toko serba ada atau dipinjam di toko peminjaman kostum.

Sejarah

Aomori Nebuta berawal dari tradisi menghanyutkan lentera kertas pada malam Tanabata.Boneka Nebuta yang dihanyutkan di sungai atau laut termasuk tradisi menghalau nasib buruk pada malam Tanabata. Sekitar 270-290 tahun yang lalu (era Kyōhō 1716-1735) di dekat kotaAburagawa dilangsungkan festival lentera yang mirip dengan Hirosaki Neputa. Peserta waktu itu mengusung lentera sambil menari di jalan-jalan. Pemandangan festival lentera waktu itu mungkin mirip dengan Gion Matsuri di Kyoto
Nebuta berbentuk lentera raksasa yang menggambarkan tokoh-tokoh dalam kabuki muncul sekitar puncak keemasan seni rakyat biasa pada era Bunka (1804-1817). Sejarawan daerah Takeo Matsuno menulis tentang festival nebuta di surat kabar To-o Nippo edisi Agustus 1966. Dalam tulisan tersebut dikisahkan tentang pengamat budaya zaman Edo bernama Gobutsu Kokkeisha menulis tentang pemandangan festival Tanabata di kota Noshiro, Prefektur Akita pada tahun 1843. Dalam buku Oku no Shiori, dikisahkannya tentang boneka-boneka kertas yang yang antara lain menggambarkan Kaisar Jingū dan Kato Kiyomasa dalam ekspedisi penaklukan Korea. Boneka-boneka kertas tersebut tingginya sekitar 10 m dan lebar 6 m, dan diarak di atas kendaraan beroda.Di dalam boneka-boneka kertas dipasang lilin.Nebuta diarak-arak oleh orang yang menari-nari dengan iringan genta, taiko, dan terompet kulit kerang.Pemandangan aneh tersebut dikatakannya juga ada di Hirosaki dan Kuroishi.






Festival Salju Sapporo

Festival Salju Sapporo (さっぽろ雪まつりSapporo Yuki Matsuri?) adalah festival salju terbesar di Jepang yang diadakan di kotaSapporo, Hokkaido. Festival ini dilangsungkan selama seminggu pada awal bulan Februari.Setiap tahunnya sekitar dua juta wisatawan dari dalam negeri dan luar negeri berkunjung ke Sapporo selama berlangsungnya festival.
Sejak tahun 2006, festival ini diadakan di tiga lokasi: Taman Odori, Susukino, dan Sapporo Satoland. Di lokasi Taman Odori dipamerkan ukiran es dan salju berukuran sangat besar, termasuk pahatan es berbentuk miniatur bangunan terkenal.Pameran ukiran es yang lebih kecil diadakan di Susukino, sementara acara untuk keluarga diadakan di Sapporo Satoland.

Sejarah

Festival pertama Festival salju Sapporo pertama kali diselengarakan tahun 1950 oleh dinas pariwisata Sapporo dan pemerintah kota Sapporo, dengan sponsor surat kabar lokal Hokkai Times. Di Sapporo sebenarnya pernah dilangsungkan berbagai festival salju, namun terhenti sewaktu Perang Dunia II.
Ide membuat patung dari salju diambil dari festival salju yang diadakan tahun 1935 oleh murid-murid sebuah SD di kotaOtaru. Festival yang pertama bermodalkan 6 buah patung salju buatan siswa SMP dan SMU kota Sapporo, ditambah festival salju di depan stasiun Hokkaido yang diadakan Japanese National Railways (sekarang disebut JR). Festival dimeriahkan dengan kontes, senam, perlombaan, tari, dan pemutaran film.
Perkembangan Pada festival salju yang pertama, tinggi patung dibatasi hingga 7 meter. Di festival ke-4 (1953), batasan tinggi dihapus dan siswa sekolah menengah kejuruan kota Hokkaido membangun ukiran es yang tingginya 15 meter. Salju yang diperlukan berjumlah sangat banyak hingga perlu bantuan pinjaman truk dan buldoser dari pemerintah kota Hokkaido. Sejak itu, pemerintah kota Hokkaido selalu meminjamkan alat-alat berat sehingga bisa dibangun ukiran es dan salju berskala besar.
Pada festival ke-5 (1954) mulai ikut dipamerkan patung salju sumbangan penduduk kota. Festival yang ke-6 (1955) ditandai dengan makin banyaknya peserta. Bangunan dalam berbagai bentuk yang dibuat pasukan bela diri Jepang, perusahaan swasta, pemerintah kota, dan berbagai sponsor mulai ditata rapi.
Sejak sekitar festival ke-10 (1959), wisatawan dari luar Hokkaido mulai banyak yang datang untuk melihat festival salju Sapporo. Festival tahun 1972 diadakan bersamaan dengan penyelenggaraan olimpiade musim dingin tahun 1972 dan ikut diperkenalkan di luar negeri. Sejak itu, festival ini mulai dijadikan tujuan oleh wisatawan asing. Sejak tahun 1974, festival dimeriahkan lomba internasional seni pahat es dan salju yang diikuti seniman pemahat dari berbagai kota besar di dunia.
Lokasi pameran patung es di Susukino berasal dari acara lokal yang diadakan pertama kali tahun 1981, dan baru menjadi bagian festival salju Sapporo di tahun 1983. Dari festival ke-41 (tahun 1990) hingga festival ke-42 (tahun 1992), festival salju Sapporo pernah dilangsungkan di 4 lokasi, tapi lokasi ke-4 ditutup karena sedikitnya jumlah pengunjung dan ukiran salju yang dipamerkan.


Festival Yosakoi


Festival Yosakoi (よさこい祭りYasakoi Matsuri?) adalah festivaltari Yosakoi yang diadakan setiap tahunnya di kota Kochi, Prefektur Kochi pada 9 Agustus hingga 12 Agustus. Festival berlangsung selama 4 hari, dan berpuncak pada pentas utama 10 Agustus dan 11 Agustus. Malam sebelum pentas utama (9 Agustus) dimeriahkan oleh pesta kembang api, dan 12 Agustus adalah hari kompetisi nasional.
Yosakoi adalah tari dengan ciri khas gerakan tangan dan kaki yang dinamis.Tari ini berkembang sebagai bentuk modern tari musim panas Awa Odori.Sambil menari, di kedua belah tangan, penari pria dan wanita segala umur membunyikan perkusi dari kayu yang disebut naruko.Mulanya, naruko dipakai untuk mengusir burung-burung di sawah, namun sekarang menjadi pelengkap tari.
Penari dalam satu kelompok mengenakan kostum berupa happi atau yukata.Kostum dan musik dipilih sesuai selera masing-masing kelompok yang berusaha tampil seunik mungkin. Musik pengiring tari dapat merupakan campuran musik daerah (minyō) dicampur dengan musik rock, samba, disko, enka, atau genre musik yang lain sesuai selera, namun harus memasukkan melodi "Yosakoi Naruko Odori".
Kelompok penari Yosakoi menari di jalan utama kota Kochi (Otesuji), alun-alun kota, dan pusat perbelanjaan Obiyamachi. Di dalam kota setidaknya disediakan 9 lokasi kompetisi tari dan 6 lokasi pentas. Festival ini dimeriahkan sekitar 19.000 peserta dalam 170 kelompok penari.[1] Sejumlah peraturan yang mengatur para peserta, misalnya pembatasan jumlah penari dalam satu kelompok (di bawah 150 orang), ukuran panggung di truk bak terbuka (jigatasha), dan keharusan membawa naruko sewaktu menari.[2]
Asal usul kata Yosakoi adalah Yosakoi (夜さ来い?) yang berarti datanglah kau malam ini. Menurut kisah lain, kata Yosakoi berasal dari seruan para pekerja bangunan ketika membangun Istana Kōchi di masa pemerintahan Yamauchi Katsutoyo (1596-1615). Mereka menyerukan "Yoisho koi, yoisho koi" agar bersemangat ketika mengangkati bahan bangunan.[3]
Kisah cinta zaman Edo (1771-1776) antara aktor kabukiIkushima Shingorō dan wanita Ōoku bernama Nakaejima diangkat sebagai lagu minyō berjudul "Ejimabushi". Lagu tersebut terkenal di seluruh negeri, dan dijadikan lagu pengiring Bon Odori di Provinsi Tosa (sekarang Prefektur Kochi).[4] Istilah Yosakoi (夜さ来い?) pastinya bukanlah dialek Tosa.Orang Kōchi menyebut malam sebagai ban (?), sementara kiya atau kiiya (来や?) untuk datanglah.[3]
Kemungkinan lain, kata yosari koi (夜さり来い?, datanglah malam ini) asal bahasa Jepang kuno abad ke-9 berubah menjadi yosakoi[3], dan dimasukkan ke dalam lirik minyō berjudul Yosakoi Bushi
Festival Yosakoi pertama kali diadakan pada 10 Agustus-11 Agustus1954 di kotaKochi. Peserta festival waktu itu berjumlah 750 penari yang tergabung dalam 21 kelompok.[1] Sebelumnya, tari Yosakoi pertama kali dipentaskan di muka umum sebagai tari kreasi baru pada Pameran Dagang dan Industri Prefektur Kochi, Maret 1950.[5] Pada penyelenggaraan ke-30 tahun 1984, penari yang ikut serta sudah mencapai 10.000 orang.[1]
Di Sapporo, Hokkaido pada Juni 1992[6] diadakan Festival Yosakoi Sōran yang pertama.Festival Yosakoi Sōran adalah festival tari Yosakoi yang pertama diadakan di luar Prefektur Kochi.Pada penyelenggaraan pertama, festival di Sapporo sudah diikuti sekitar 1.000 penari dalam 10 kelompok.Sejak ada festival di Sapporo, berbagai festival Yosakoi mulai diselenggarakan di berbagai tempat di Jepang. Total penari di festival Yosakoi Sapporo bahkan melebihi jumlah penari Festival Yosakoi di tempat asalnya. Festival Yosakoi Sōran tahun 2008 menampilkan sekitar 33.000 penari dalam 330 kelompok, dan dihadiri sekitar 2 juta penonton. Festival tari Yosakoi terbesar lainnya diadakan di Sendai (Festival Michinoku Yosakoi), Tokyo (Super Yosakoi), dan Nagoya
Dari Festival Yosakoi di Prefektur Kochi, Yosakoi telah menjadi salah satu bentuk modern tari musim panas yang ditarikan di berbagai tempat di Jepang, dan bahkan hingga ke luar negeri.

Gozan no Okuribi

Gozan no Okuribi (五山送り火?, Api perpisahan 5 gunung) adalah penyalaan api unggun yang disusun membentuk aksara kanji, serta bentuk perahu, dan torii di 5 gunung sekeliling kota Kyoto, Jepang. Tradisi ini merupakan puncak perayaan Obon di Kyoto, dan dilangsungkan setiap tanggal 16 Agustus.
Tradisi menyalakan okuribi (api untuk mengantar kepulangan para arwah) dimaksudkan untuk mengantar kepulangan arwah yang dipercaya mendatangi rumah keluarga atau anak cucu selama perayaan Obon. Gozan no Okuribi juga dikenal sebagai Daimonji no Okuribi (大文字の送り火?), karena api dinyalakan untuk membentuk aksara (moji atau monji) untuk "dai" (?, besar). Selain di Kyoto, Daimonji no Okuribi juga dilangsungkan di beberapa tempat lain di Jepang.
Di zaman Edo, okuribi tidak hanya dinyalakan di 5 lokasi. Pada waktu itu masih terdapat api unggun yang disusun membentuk aksara hiragana untuk "i", dan aksara kanji untuk "ichi" (satu), "hebi" (ular), serta "naginata" (tombak bermata golok). Gozan no Okuribi merupakan salah satu dari 4 perayaan besar di Kyoto, bersama-sama dengan Aoi Matsuri, Gion Matsuri, dan Jidai Matsuri.
Penyalaan api dimulai pukul 08.00 malam di Gunung Daimonji (Nyoigatake), dan dilanjutkan dengan api unggun di keempat gunung lainnya. Nama dan waktu penyalaan untuk masing-masing api unggun:
  • Daimonji



Api unggun yang dinyalakan untuk mengawali Gozan no Okuribi. Api disusun membentuk aksara kanji ("dai") yang berarti "besar sekali" atau "hebat". Lokasi: kuil Jōdo-ji, Gunung Daimonji (Nyoigatake), dinyalakan tepat pukul 20.00
  • Myō Hō
Api unggun yang disusun membentuk dua aksara kanji 妙・法 ("myō" dan "hō") yang berarti "hukum yang mengagumkan" (dalam konteks agama Buddha). Lokasi: Gunung Nishi-Yama dan Higashi-Yama, Matsugasaki, dinyalakan pukul 20.10
  • Funagata
Api unggun yang disusun seperti gambar perahu. Lokasi: Gunung Funa, Nishigamo, dinyalakan pukul 20.15


  • Hidari Daimonji (Daimonji sebelah kiri)
Api unggun yang disusun membentuk aksara kanji ("dai"), namun bentuknya merupakan cermin dari bentuk aksara "dai" pada Daimonji. Lokasi: Gunung Hidaridaimonji, Ōkitayama, dinyalakan pukul 20.15
  • Toriigata
Api unggun yang disusun seperti gambar torii. Lokasi: Gunung Mandara, Saga Toriimoto, dinyalakan tepat pukul 20.20
Api di masing-masing lokasi menyala selama 30 menit. Api Daimonji padam pada pukul 20.30, diikuti api di keempat gunung lainnya secara berurutan.
Sejumlah literatur klasik tentang kota Kyoto mencantumkan tentang asal-usul penyalaan api unggun Gozan no Okuribi, namun kebenaran dari penjelasan tersebut tidak bisa dipastikan.
Pendeta Buddha Kōbō Daishi Kūkai menulis aksara kanji ("dai") yang dipercaya menggambarkan tubuh manusia, dan berdoa untuk mengusir wabah dengan membuat api unggun.
  • Menurut Hakue dalam buku Sanshū Meisekishi
Shogun Ashikaga Yoshimasa mendoakan arwah anak laki-lakinya, Ashikaga Yoshihisa dengan membuat api unggun. Pengikut Yoshimasa yang bernama Haga Kamon menyusun api unggun agar membentuk aksara ("dai"). Aksara yang ditulis pendeta kuil Shōkoku-ji bernama Ōsenkeisan dijadikan model sewaktu menyusun api unggun.
Aksara ("dai") untuk membentuk api unggun Daimonji berasal dari aksara yang ditulis Aristokrat bernama Konoe Nobutada (Sanmyakuin), salah seorang dari 3 ahli kaligrafi Jepang di zaman Kan'ei.

Hinamatsuri


Hinamatsuri (雛祭り, ひなまつり?) atau Hina Matsuri adalah perayaan setiap tanggal 3 Maret di Jepang yang diadakan untuk mendoakan pertumbuhan anak perempuan. Keluarga yang memiliki anak perempuan memajang satu set boneka yang disebut hinaningyō (雛人形?, boneka festival).
Satu set boneka terdiri dari boneka kaisar, permaisuri, puteri istana (dayang-dayang), dan pemusik istana yang menggambarkan upacara perkawinan tradisional di Jepang. Pakaian yang dikenakan boneka adalah kimonogayazaman Heian. Perayaan ini sering disebut Festival Boneka atau Festival Anak Perempuan karena berawal permainan boneka di kalangan putri bangsawan yang disebut hiina asobi (bermain boneka puteri).
Walaupun disebut matsuri, perayaan ini lebih merupakan acara keluarga di rumah, dan hanya dirayakan keluarga yang memiliki anak perempuan.Sebelum hari perayaan tiba, anak-anak membantu orang tua mengeluarkan boneka dari kotak penyimpanan untuk dipajang.Sehari sesudah Hinamatsuri, boneka harus segera disimpan karena dipercaya sudah menyerap roh-roh jahat dan nasib sial.
Boneka diletakkan di atas panggung bertingkat yang disebut dankazari (tangga untuk memajang).Jumlah anak tangga pada dankazari ditentukan berdasarkan jumlah boneka yang ada.Masing-masing boneka diletakkan pada posisi yang sudah ditentukan berdasarkan tradisi turun temurun.Panggung dankazari diberi alas selimut tebal berwarna merah yang disebut hi-mōsen.
Satu set boneka biasanya dilengkapi dengan miniatur tirai lipat (byōbu) berwarna emas untuk dipasang sebagai latar belakang. Di sisi kiri dan kanan diletakkan sepasang miniatur lampion (bombori). Perlengkapan lain berupa miniatur pohon sakura dan pohon tachibana, potongan dahan bunga persik sebagai hiasan.

Tangga teratas

Dua boneka yang melambangkan kaisar (o-dairi-sama) dan permaisuri (o-hina-sama) diletakkan di tangga paling atas. Dalam bahasa Jepang, dairi berarti "istana kaisar", dan hina berarti "sang putri" atau "anak perempuan". Wilayah Kansai dan Kanto memiliki urutan kanan-kiri yang berbeda dalam penempatan boneka kaisar dan permaisuri, namun susunan boneka di setiap anak tangga berikutnya selalu sama.

Tangga kedua

Tiga boneka puteri istana (san-nin kanjo) diletakkan di tangga kedua.Ketiga puteri istana membawa peralatan minum sake.Boneka puteri istana yang paling tengah membawa mangkuk sake (sakazuki) yang diletakkan di atas sampō. Dua boneka puteri istana yang lain membawa poci sake (kuwae no chōshi), dan wadah sake yang disebut (nagae no chōshi). Gigi salah satu boneka puteri istana dihitamkan (ohaguro) dan alisnya dicukur habis. Dalam boneka versi Kyoto, puteri istana yang paling tengah dari Kyoto membawa shimadai (hiasan tanda kebahagiaan dari daun pinus, daun bambu, dan bunga ume).

Tangga ketiga

Lima boneka pemusik pria (go-nin bayashi) berada di tangga ketiga.Empat musisi masing-masing membawa alat musik, kecuali penyanyi yang membawa kipas lipat.Alat musik yang dibawa masing-masing pemusik adalah taiko, ōkawa, kotsuzumi, dan seruling.[sunting]Tangga keempat
Dua boneka menteri (daijin) yang terdiri dari Menteri Kanan (Udaijin) dan Menteri Kiri (Sadaijin) berada di tangga ke-4.Boneka Menteri Kanan digambarkan masih muda, sedangkan boneka Menteri Kiri tampak jauh lebih tua.Dari sudut pandang pengamat, Menteri Kanan berada di sebelah kiri, sedangkan Menteri Kiri berada di sebelah kanan.

Tangga kelima

Pada tangga kelima diletakkan tiga boneka pesuruh pria (shichō).Ketiganya masing-masing membawa bungkusan berisi topi (daigasa) yang dibawa dengan sebilah tongkat, sepatu yang diletakkan di atas sebuah nampan, dan payung panjang dalam keadaan tertutup. Dalam boneka versi lain, pesuruh pria membawa penggaruk dari bambu (kumade) dan sapu.[2] Selanjutnya, kereta sapi dan berbagai miniatur mebel yang dijadikan hadiah pernikahan diletakkan di atas tangga-tangga di bawahnya.
Hidangan istimewa untuk anak perempuan yang merayakan Hinamatsuri antara lain: kue hishimochi, kue hikigiri, makanan ringan hina arare, sup bening dari kaldu ikan tai atau kerang (hamaguri), serta chirashizushi. Minumannya adalah sake putih (shirozake) yang dibuat dari fermentasi beras ketan dengan mirin atau shōchū, dan kōji. Minuman lain yang disajikan adalah sake manis (amazake) yang dibuat dari ampas sake (sakekasu) yang diencerkan dengan air dan dimasak di atas api.Sebelum kalender Gregorian digunakan di Jepang, Hinamatsuri dirayakan setiap hari ke-3 bulan 3 menurut kalender lunisolar.Menurut kalender lunisolar, hari ke-3 bulan 3 disebut momo no sekku (perayaan bunga persik), karena bertepatan dengan mekarnya bunga persik.
Kalender Gregorian mulai digunakan di Jepang sejak 1 Januari1873 sehingga perayaan Hinamatsuri berubah menjadi tanggal 3 Maret. Walaupun demikian, sebagian orang masih memilih untuk merayakan Hinamatsuri sesuai perhitungan kalender lunisolar (sekitar bulan April kalender Gregorian),
Dalam sejumlah literatur klasik ditulis tentang kebiasaan bermain boneka di kalangan anak perempuan bangsawan istana dari zaman Heian (sekitar abad ke-8).Menurut perkiraan, boneka dimainkan bersama rumah boneka yang berbentuk istana.Permainan di kalangan anak perempuan tersebut dikenal sebagai hina asobi (bermain boneka puteri).Pada prinsipnya, hina asobi adalah permainan dan bukan suatu ritual.
Sejak abad ke-19 (zaman Edo), hina asobi mulai dikaitkan dengan perayaan musim (sekku) untuk bulan 3 kalender lunisolar.Sama halnya dengan perayaan musim lainnya yang disebut "matsuri", sebutan hina asobi juga berubah menjadi Hinamatsuri dan perayaannya meluas di kalangan rakyat.
Orang Jepang di zaman Edo terus mempertahankan cara memajang boneka seperti tradisi yang diwariskan turun temurun sejak zaman Heian. Boneka dipercaya memiliki kekuatan untuk menyerap roh-roh jahat ke dalam tubuh boneka, dan karena itu menyelamatkan sang pemilik dari segala hal-hal yang berbahaya atau sial. Asal-usul konsep ini adalah hinanagashi ("menghanyutkan boneka").Boneka diletakkan di wadah berbentuk sampan, dan dikirim dalam perjalanan menyusuri sungai hingga ke laut dengan membawa serta roh-roh jahat.
Kalangan bangsawan dan samurai dari zaman Edo menghargai boneka Hinamatsuri sebagai modal penting untuk wanita yang ingin menikah, dan sekaligus sebagai pembawa keberuntungan.Sebagai lambang status dan kemakmuran, orang tua berlomba-lomba membelikan boneka yang terbaik dan termahal bagi putrinya yang ingin menjadi pengantin.
Boneka yang digunakan pada awal zaman Edo disebut tachibina (boneka berdiri) karena boneka berada dalam posisi tegak, dan bukan duduk seperti sekarang ini.Asal-usul tachibina adalah boneka berbentuk manusia (katashiro) yang dibuat ahli onmyōdō untuk menghalau nasib sial.Boneka dalam posisi duduk (suwaribina) mulai dikenal sejak zaman Kan'ei. Pada waktu itu, satu set boneka hanya terdiri sepasang boneka yang keduanya bisa dalam posisi duduk maupun berdiri.
Sejalan dengan perkembangan zaman, boneka menjadi semakin rumit dan mewah.Pada zaman Genroku, orang mengenal boneka genrokubina (boneka zaman Genroku) yang dipakaikan kimono dua belas lapis (jūnihitoe).Pada zaman Kyōhō, orang mengenal boneka ukuran besar yang disebut kyōhōbina (boneka zaman Kyōhō).Perkembangan lainnya adalah pemakaian tirai lipat (byōbu) berwarna emas sebagai latar belakang genrokubina dan kyōhōbina sewaktu dipajang.
Keshogunan Tokugawa pada zaman Kyōhō berusaha membatasi kemewahan di kalangan rakyat.Boneka berukuran besar dan mewah ikut menjadi sasaran pelarangan barang mewah oleh keshogunan. Sebagai usaha menghindari peraturan keshogunan, rakyat membuat boneka berukuran mini yang disebut keshibina (boneka ukuran biji poppy), dan hanya berukuran di bawah 10 cm. Namun keshibina dibuat dengan sangat mendetil, dan kembali berakhir sebagai boneka mewah.
Sebelum zaman Edo berakhir, orang mengenal boneka yang disebut yūsokubina (boneka pejabat resmi istana).Boneka dipakaikan kimono yang merupakan replika seragam pejabat resmi istana. Prototipe boneka Hinamatsuri yang digunakan di Jepang sekarang adalah kokinbina (translasi literal: boneka zaman dulu). Perintis kokinbina adalah Hara Shūgetsu yang membuat boneka seakurat mungkin berdasarkan riset literatur sejarah.Boneka yang dihasilkan sangat realistik, termasuk penggunaan gelas untuk mata boneka.
Mulai sekitar akhir zaman Edo hingga awal zaman Meiji, boneka Hinamatsuri yang mulanya hanya terdiri dari sepasang kaisar dan permaisuri berkembang menjadi satu set boneka lengkap berikut boneka puteri istana, pemusik, serta miniatur istana, perabot rumah tangga dan dapur. Sejak itu pula, boneka dipajang di atas dankazari (tangga untuk memajang), dan orang di seluruh Jepang mulai merayakan hinamatsuri secara besar-besaran.



Koinobori


Koinobori (こいのぼり, 鯉のぼり, atau 鯉幟,bendera koi?) adalah bendera berbentuk ikan koi yang dikibarkan di rumah-rumah di Jepang oleh orang tua yang memiliki anak laki-laki. Pengibaran koinobori dilakukan untuk menyambut perayaan Tango no Sekku.
Menurut penanggalan Imlek, Tango no Sekku jatuh pada tanggal 5 bulan 5 ketika Asia Timur sedang musim hujan. Orang tua yang memiliki anak laki-laki mengibarkan koinobori hingga hari Tango no Sekku untuk mendoakan agar anak laki-lakinya menjadi orang dewasa yang sukses. Setelah Jepang memakai kalender Gregorian, koinobori dikibarkan hingga Hari Anak-anak (5 Mei).Koinobori yang tertiup angin telah menjadi simbol perayaan Hari Anak-anak.Kalau zaman dulu koinobori berkibar di tengah musim hujan, koinobori biasanya sekarang mengingatkan orang Jepang tentang langit biru yang cerah di akhir musim semi.
Satu set koinobori terdiri dari ryūdama, yaguruma, fukinagashi, dan bendera-bendera ikan koi.

  • Ryūdama (bola naga)
Bola yang bisa berputar dipasang di ujung paling atas tiang tempat mengibarkan koinobori.
  • Yaguruma
Roda berjari-jari anak panah yang dipasang di bawah ryūdama.Ryūdama dan yaguruma dipercaya sebagai pengusir arwah jahat.
  • Fukiganashi
Sarung angin berhiaskan panji-panji limawarna (biru, merah, kuning, putih, dan hitam) atau gambar ikan koi. Fukinagashi melambangkan 5 unsur (kayu, api, air, tanah, dan logam), dan dipercaya sebagai penangkal segala penyakit.
  • Koinobori hitam (magoi)
Koinobori berwarna hitam yang melambangkan ayah dikibarkan di bawah fukinagashi.
  • Koinobori merah (higoi) dan koinobori warna lainnya
Koinobori lain yang berukuran lebih kecil dikibarkan di bawah koinobori merah. Pada zaman sekarang, koinobori merah melambangkan ibu, koinobori biru melambangkan putra sulung, dan koinobori hijau melambangkan putra kedua.
Dalam Buku Han Akhir (Hou Han Shu) yang merupakan salah satu dari buku sejarah resmi Cina (Sejarah Dua Puluh Empat Dinasti) dikisahkan tentang sebuah air terjun di sungai Sungai Kuning yang alirannya deras. Ikan-ikan berusaha keras memanjat air terjun, namun hanya koi yang berhasil memanjat air terjun dan berubah menjadi naga.Oleh karena itu, koi yang berhasil menaiki air terjun dijadikan simbol kesuksesan dalam hidup.
Tradisi pengibaran koinobori di halaman rumah dimulai oleh kalangan samurai pada pertengahan zaman Edo. Mereka memiliki tradisi merayakan Tango no Sekku dengan memajang peralatan bela diri, seperti yoroi, kabuto, dan bonekasamurai. Selain itu, mereka membuat koinobori dari kertas, kain, atau kain bekas yang dijahit dan digambari ikan koi.Koinobori dibuat agar bisa berkibar dan menggelembung bila tertiup angin.
Pada awalnya, orang Jepang hanya mengibarkan koinobori berwarna hitam yang disebut magoi (真鯉?).Koi yang dikibarkan paling atas melambangkan putra sulung dalam keluarga. Sebagai hiasan yang dibuat untuk meramaikan perayaan, koinobori warna lain juga berangsur-angsur mulai dibuat, dan semuanya melambangkan anak laki-laki dalam keluarga. Sejak zaman Meiji, koinobori berwarna merah yang disebut higoi (緋鯉?) mulai dikibarkan untuk menemani koinobori berwarna hitam.Tradisi pengibaran koinobori biru dimulai sejak zaman Showa.Ukuran koinobori biru (kogoi, 子鯉) lebih kecil dari koinobori merah atau hitam, dan melambangkan anak koi.
Pada zaman sekarang sering dijumpai koinobori warna hijau dan oranye yang dimasudkan sebagai anak-anak koi.Di beberapa tempat di Jepang, koinobori bukan saja milik anak laki-laki.Koinobori yang melambangkan adanya anak perempuan dalam keluarga juga ingin ikut dikibarkan.Tersedianya koinobori warna cerah seperti oranye kemungkinan ditujukan untuk keluarga yang memiliki anak perempuan.
Pada 1931, pencipta lagu Miyako Kondo menulis lagu berjudul "Koinobori". Dalam lirik lagu tersebut, koinobori yang besar dan berwarna hitam adalah bapak koi dan koinobori warna lain yang lebih kecil adalah anak-anak koi. Konsep dari lirik lagu tersebut diterima secara luas di tengah rakyat yang sedang di bawah pemerintahan militer. Seusai Perang Dunia II, peran wanita makin penting, dan koinobori warna merah dipakai untuk melambangkan ibu koi. Satu set koinobori akhirnya secara lengkap melambangkan keluarga yang utuh: bapak, ibu, dan putra-putrinya. Hingga kini, lagu "Koinobori" ciptaan Miyako Kondo tetap dinyanyikan anak-anak, namun liriknya tetap sama seperti ketika diciptakan pada tahun 1931.
Berkibarnya koinobori sudah menjadi pemandangan langka di kota-kota besar di Jepang.Makin sedikitnya keluarga di Jepang yang memiliki anak kecil mungkin menjadi penyebabnya. Selain itu, penduduk kota besar tidak lagi tinggal di kompleks perumahan, melainkan di apartemen (mansion) yang tidak memiliki halaman untuk mengibarkan koinobori.

Kazo dikenal sebagai pusat kerajinan koinobori sejak sebelum Perang Dunia II. Di kota ini setiap tahun pada bulan Mei dikibarkan koinobori berukuran raksasa. Tradisi ini dimulai sejak tahun 1988 dengan mengibarkan koinobori berukuran panjang 100 m dan berat 600 kg.
Dari April hingga awal Mei, ryokan yang terletak di lembah Sungai Tsuetate mengibarkan lebih dari 3.500 koinobori.
Setiap awal Mei, koinobori dari washi dipasang di aliran Sungai Niyodo.Koinobori dari washi tidak sobek walaupun basah terkena air sungai.
Acara tahunan berupa pemasangan dua ratus koinobori di tengah aliran Sungai Asano, Kanazawa
Setiap awal Mei, ratusan koinobori dikibarkan di atas Sungai Ōtani.
Setiap akhir April hingga awal Mei, sekitar 500 koinobori dipasang di tengah aliran Sungai Shimanto.
Festival Koinobori di 5 lokasi dari akhir Maret hingga pertengahan Mei.Jumlah koinobori yang dikibarkan di Tatebayashi tercatat sebagai terbanyak di dunia (lebih dari 5.000 koinobori).Pada Mei 2005, festival ini mengibarkan sejumlah 5.283 koinobori, dan tercatat dalam Guinness World Records.

Tanabata



Tanabata (七夕?) atau Festival Bintang adalah salah satu perayaan yang berkaitan dengan musim di Jepang, Tiongkok, dan Korea. Perayaan besar-besaran dilakukan di kota-kota di Jepang, termasuk di antaranya kotaSendai dengan festival Sendai Tanabata. Di Tiongkok, perayaan ini disebut Qi Xi.
Tanggal festival Tanabata dulunya mengikuti kalender lunisolar yang kira-kira sebulan lebih lambat daripada kalender Gregorian.Sejak kalender Gregorian mulai digunakan di Jepang, perayaan Tanabata diadakan malam tanggal 7 Juli, hari ke-7 bulan ke-7 kalender lunisolar, atau sebulan lebih lambat sekitar tanggal 8 Agustus.
Aksara kanji yang digunakan untuk menulis Tanabata bisa dibaca sebagai shichiseki (七夕?, malam ke-7). Di zaman dulu, perayaan ini juga ditulis dengan aksara kanji yang berbeda, tapi tetap dibaca Tanabata (棚機?).Tradisi perayaan berasal dari Tiongkok yang diperkenalkan di Jepang pada zaman Nara.
Di zaman kuno Tiongkok terdapat tradisi merayakan pergantian musim di bulan ke-7 hari ke-7 menurut kalender Tionghoa (bulan ke-7 merupakan bulan pertama di musim gugur).Alasan dan sejak kapan hari ke-7 bulan ke-7 mulai dijadikan hari istimewa tidak diketahui dengan pasti.Literatur tertua yang menceritakan peristiwa di hari tersebut adalah Simin yueling (四民月令, almanak petani) karya Cui Shi yang menulis tentang tradisi menjemur atau mengangin-anginkan buku di bawah sinar matahari.
Menurut kalender yang pernah digunakan di Jepang seperti kalender Tempo, Tanabata dirayakan pada hari ke-7 bulan ke-7 sebelum perayaan Obon.Setelah kalender Gregorian mulai digunakan di Jepang, Tanabata dirayakan pada 7 Juli, sedangkan sebagian upacara dilakukan di malam hari tanggal 6 Juli.Di wilayah Jepang sebelah timur seperti Hokkaido dan Sendai, perayaan dilakukan sebulan lebih lambat sekitar 8 Agustus.

Sejarah

Tanabata diperkirakan merupakan sinkretisme antara tradisi Jepang kuno mendoakan arwah leluhur atas keberhasilan panen dan perayaan Qi Qiao Jie asal Tiongkok yang mendoakan kemahiran wanita dalam menenun.Pada awalnya Tanabata merupakan bagian dari perayaan Obon, tapi kemudian dijadikan perayaan terpisah.Daun bambu (sasa) digunakan sebagai hiasan dalam perayaan karena dipercaya sebagai tempat tinggal arwah leluhur.
Legenda Qi Xi pertama kali disebut dalam literatur Gushi shijiu shou (古詩十九編, 19 puisi lama) asal Dinasti Han yang dikumpulkan kitab antologi Wen Xuan (文選). Selain itu, Qi Xi juga tertulis dalam kitab Jing-Chu suishi ji (荊楚歲時記, festival dan tradisi tahunan wilayah Jing-Chu) dari zaman Dinasti Utara dan Selatan, dan kitab Catatan Sejarah Agung. Literatur Jing-Chu suishi ji mengisahkan para wanita memasukkan benang berwarna-warni indah ke lubang 7 batang jarum pada malam hari ke-7 bulan ke-7 yang merupakan malam bertemunya Qian Niu dan Zhi Nu, dan persembahan diletakkan berjajar di halaman untuk memohon kepandaian dalam pekerjaan menenun.
Legenda asli Jepang tentang Tanabatatsume dalam kitab Kojiki mengisahkan seorang pelayan wanita (miko) bernama Tanabatatsume yang harus menenun pakaian untuk dewa di tepi sungai, dan menunggu di rumah menenun untuk dijadikan istri semalam sang dewa agar desa terhindar dari bencana. Perayaan Qi Xi dihubungkan dengan legenda Tanabatatsume, dan nama perayaan diubah menjadi "Tanabata". Di zaman Nara, perayaan Tanabata dijadikan salah satu perayaan di istana kaisar yang berhubungan dengan musim.Di dalam kitab antologi puisi waka berjudul Man'yōshū terdapat puisi tentang Tanabata karya Ōtomo no Yakamochi dari zaman Nara.Setelah perayaan Tanabata meluas ke kalangan rakyat biasa di zaman Edo, tema perayaan bergeser dari pekerjaan tenun menenun menjadi kepandaian anak perempuan dalam berbagai keterampilan sebagai persiapan sebelum menikah.

Legenda

Legenda Tanabata di Jepang dan Tiongkok mengisahkan bintang Vega yang merupakan bintang tercerah dalam rasi bintang Lyra sebagai Orihime (Shokujo), putri Raja Langit yang pandai menenun. Bintang Altair yang berada di rasi bintang Aquila dikisahkan sebagai sebagai penggembala sapi bernama Hikoboshi (Kengyū).Hikoboshi rajin bekerja sehingga diizinkan Raja Langit untuk menikahi Orihime.Suami istri Hikoboshi dan Orihime hidup bahagia, tapi Orihime tidak lagi menenun dan Hikoboshi tidak lagi menggembala.Raja Langit sangat marah dan keduanya dipaksa berpisah.Orihime dan Hikoboshi tinggal dipisahkan sungai Amanogawa (galaksi Bima Sakti) dan hanya diizinkan bertemu setahun sekali di malam hari ke-7 bulan ke-7.Kalau kebetulan hujan turun, sungai Amanogawa menjadi meluap dan Orihime tidak bisa menyeberangi sungai untuk bertemu suami.Sekawanan burung kasasagi terbang menghampiri Hikoboshi dan Orihime yang sedang bersedih dan berbaris membentuk jembatan yang melintasi sungai Amanogawa supaya Hikoboshi dan Orihime bisa menyeberang dan bertemu.
Literatur klasik tentang legenda Tanabata melahirkan berbagai macam variasi cerita rakyat di berbagai daerah di Tiongkok.Di beberapa tempat, variasi legenda Tanabata dijadikan naskah sandiwara dan diangkat sebagai naskah Opera Tiongkok. Di antara naskah-naskah yang terkenal seperti Tian he pei dipentaskan sebagai Opera Beijing. Kisahnya tentang penggembala sapi bernama Niulang yang mencuri pakaian salah seorang bidadari bernama Zhinu yang sedang mandi.Niulang menikah dengan Zhinu sampai pada akhirnya bidadari Zhinu harus kembali ke langit.Niulang mengejar Zhinu sampai naik ke langit, tapi ibu Zhinu yang bernama Xi Wangmu (dewi surga) memisahkan tempat tinggal Niulang dan Zhinu dengan sebuah sungai.Cerita ini mirip dengan cerita rakyat Jepang yang berjudul Hagoromo.
Bintang bernama Zhinu dan bintang bernama Niulang pertama kali disebut dalam kitab Shi Jing (kira-kira terbitan 1000 SM), tapi tidak secara pasti menunjuk ke bintang yang spesifik. Dalam kitab Catatan Sejarah Agung asal Dinasti Han Barat, bintang Niulang menunjuk ke rasi bintang Lembu dan bintang Zhinu menunjuk ke rasi bintang Kawatsusumi. Sesuai dengan perkembangan legenda Tanabata, bintang Niulang (Hikoboshi) akhirnya menunjuk ke bintang Altair.

Tradisi

Perayaan dilakukan di malam ke-6 bulan ke-7, atau pagi di hari ke-7 bulan ke-7.Sebagian besar upacara dimulai setelah tengah malam (pukul 1 pagi) di hari ke-7 bulan ke-7.Di tengah malam bintang-bintang naik mendekati zenith, dan merupakan saat bintang Altair, bintang Vega, dan galaksi Bima Sakti paling mudah dilihat.
Kemungkinan hari cerah pada hari ke-7 bulan ke-7 kalender Tionghoa lebih besar daripada 7 Juli yang masih merupakan musim panas.Hujan yang turun di malam Tanabata disebut Sairuiu (洒涙雨?), dan konon berasal dari air mata Orihime dan Hikoboshi yang menangis karena tidak bisa bertemu.
Festival Tanabata dimeriahkan tradisi menulis permohonan di atas tanzaku atau secarik kertas berwarna-warni.Tradisi ini khas Jepang dan sudah ada sejak zaman Edo.Kertas tanzaku terdiri dari 5 warna (hijau, merah, kuning, putih, dan hitam). Di Tiongkok, tali untuk mengikat terdiri dari 5 warna dan bukan kertasnya. Permohonan yang dituliskan pada tanzaku bisa bermacam-macam sesuai dengan keinginan orang yang menulis.
Kertas-kertas tanzaku yang berisi berbagai macam permohonan diikatkan di ranting daun bambu membentuk pohon harapan di hari ke-6 bulan ke-7.Orang yang kebetulan tinggal di dekat laut mempunyai tradisi melarung pohon harapan ke laut sebagai tanda puncak perayaan, tapi kebiasaan ini sekarang makin ditinggalkan orang karena hiasan banyak yang terbuat dari plastik.

Perayaan di berbagai daerah

Tanabata dirayakan secara besar-besaran di berbagai kota, seperti: Sendai, Hiratsuka, Anjo, dan Sagamihara. Perayaan dimulai setelah Perang Dunia II dengan maksud untuk menggairahkan ekonomi, terutama di wilayah Jepang bagian utara.
Di zaman dulu, Sendai sering berkali-kali dilanda kekurangan pangan akibat kekeringan dan musim dingin yang terlalu dingin.Di kalangan penduduk lahir tradisi menulis permohonan di atas secarik kertas tanzaku untuk meminta dijauhkan dari bencana alam.Date Masamune menggunakan perayaan Tanabata untuk memajukan pendidikan bagi kaum wanita, dan hiasan daun bambu mulai terlihat di rumah tinggal kalangan samurai dan penduduk kota. Di zaman Meiji dan zaman Taisho, perayaan dilangsungkan secara kecil-kecilan hingga penyelenggaraan diambil alih pusat perbelanjaan di tahun 1927.Pusat perbelanjaan memasang hiasan Tanabata secara besar-besaran, dan tradisi ini berlanjut hingga sekarang sebagai Sendai Tanabata.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Thank you for visiting, may be useful, and remember comment and join my blog